Jumat, 29 Maret 2013

Di Balik Madre

"Delapan puluh persen karena Madre. Dua puluh persen karena saya ngefans sama kamu."

Kemarin, tanggal 28 Maret 2013 adalah pemutaran perdana Madre the movie. Sudah ada yang nonton belum..? Film ini diangkat dari salah satu cerita fiksi dalam novel kumpulan cerita dengan judul yang sama karya Dewi Dee Lestari. Bercerita tentang perjalanan hidup anak muda bernama Tansen yang mendadak berubah drastis dikarenakan sesuatu bernama Madre. Jujur ya, dibanding Rectoverso, karya Dee yang juga diangkat menjadi film beberapa waktu yang lalu, saya lebih tertarik untuk nonton Madre ini.

Novel ini sudah saya baca di semester kedua tahun 2012 silam. Ceritanya bagus, plotnya ringan, dan mudah dicerna pembaca novel newbie seperti saya. Adalah seorang teman, sebutlah namanya Vira (bukan nama sebenarnya), yang pertama kali menyuntikan virus Madre ini kepada saya. Saya ingat kala itu dengan "ditemani" Vira, saya sedang dalam usaha menyelesaikan tantangan pastry, yaitu membuat molen bandung. Dalam obrolannya, dia menyebutkan nama Tansen, dan kisah hidupnya dari anak pantai mendadak harus bercengkrama dengan dunia roti karena warisan keluarga bernama Madre. Sempat gak enak sih perasaan, karena diobrolan itu saya menangkap semacam komparasi antara saya dan tokoh Tansen. Saya bilang sama Vira, "i'm not Tansen and i have my own story..".

Selang beberapa minggu setelah itu, ketika pulang ke Malang saya sempatkan ke toko buku. Iseng menuju ke section novel dan saya lihat judul judulnya, eh ada Madre di salah satu sudut rak. Seketika kok saya jadi inget sama Vira. Setelah ambil fotonya dan kirim bbm ke dia, saya putuskan untuk membeli novel itu. Tak butuh waktu lama buat saya untuk menyelesaikan membaca novel itu, secara cerita Madre ini hanya 72 halaman. Dalam waktu yang singkat itu pula saya suka dengan ceritanya. Meski sedikit, tapi ada kesamaan antara saya dengan tokoh Tansen ini. Sama sama cowok yang berkutat dengan urusan bikin kue.. hehehee

Sedikit banyak cerita Madre ini menginspirasi saya, untuk lebih mencintai dunia baking. Bukan cuma sekedar hobi, tapi bagaimana agar bisa memperoleh hasil dari karya karya kita.

Nah, sejak membaca Madre, novel jadi salah satu bahan obrolan dengan Vira, selain musik, film, kue, dan galau. Begitu terdengar kabar kalo Madre mau diangkat ke layar lebar, hal itu juga tak luput jadi bahan obrolan kita. Saling tukar pendapat tentang bintang pemerannya, foto foto setting filmnya, tentang harapan agar filmnya bisa semenarik dengan sebagus novelnya, dan tentang gak sabarnya nunggu ini film premier. Pengaruh Vira ini gak berhenti di Madre ternyata, beberapa karya Dee yang lain juga dibuatnya saya penasaran untuk membacanya. Mulai dari Perahu Kertas, Rectoverso, hingga Filosofi Kopi. 

Enaaaaahh.. Kembali ke awal, kutipan di atas merupakan salah satu percakapan Mei dengan Tansen. alo ditarik ke belakang awal kenal sama Vira sampai bisa sahabatan dan jadi partner in glow seperti sekarang boleh jadi ya di momen Madre ini jadi titik baliknya. Dulu itu ya sekedar tahu aja, kebetulan punya temen yang sama, sama gilanya maksudnya. Terlalu vulgar mungkin kalo dibilang secret admirer, tapi sering juga stalker-in TL-nya hingga berujung dengan twit war. Semakin kesini semakin ngerti kalo sama sama "gila" mending saya ngaku saja biar naik level jadi official stalker. So, Bob, bisa jadi sahabatan sama kamu itu delapan puluh persen karena Madre, dan dua puluh persen karena saya ngefans sama kamu. Hehehee.. Best friend forever ya my Fairy Coffee.


2 komentar:

  1. hemmmmmmm........hemmmmm.......untung bukan nama samaran.............hemmmmm...hem.....kenapa prosentase nge fans nya sedikit Trick!!!! paling ga kasih fifty-fifty laaaah.......belum nonton Madre neh, takutnya film nya nanti sok rosmastis padahal kan pergolakan si Tansen dari anak pantai ke anak dapur keren banget.

    BalasHapus
  2. kalo fifty fifty beda cerita nanti bob..

    BalasHapus